SMP NEGERI 2 SUSUT

role play into the classroom adds variety, a change of pace and opportunities for a lot of language production and also a lot of fun!

Written By Bangli Era Baru on Monday, October 28, 2019 | 6:53 AM


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar  Belakang Masalah
Bahasa Jerman merupakan mata pelajaran yang baru dikenal oleh siswa SMA di kelas X program Inti dengan durasi waktu 2 x 45 menit setiap minggu. Materi yang diajarkan relatif masih sederhana yakni bagaimana memperkenalkan diri dan orang lain serta bagaimana percakapan di sekolah. Sedangkan di kelas XI  program bahasa ada penambahan jam mengajar yakni 4 x 45 menit. Perlu juga diketahui bahwa siswa-siswa yang masuk ke dalam kelas bahasa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, ada yang karena memang menjadi pilihan pertama pada saat memilih program di kelas XI, tetapi kebanyakan mereka terpaksa masuk kelas bahasa oleh karena tidak lulus kriteria penetapan penjurusan baik IPA maupun IPS.
Dari 17 siswa, mereka yang memilih program  bahasa  pada pilihan  pertama sebanyak 3 siswa atau 17,6 %, sedangkan 2 siswa atau 11,7 % sebagai pilihan kedua dan selebihnya adalah benar-benar siswa yang tidak memilih program bahasa. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi siswa pada saat pembelajaran, siswa yang kurang berminat mempelajari bahasa, nampak dikelas kurang aktif, lebih banyak diam. pernah peneliti mencoba untuk tanya jawab lisan tentang materi yan sudah pernah diajarkan, namun hanya 3-5 siswa yang memberi respon sedangkan yang lain hanya diam. Suasana belajar kurang menyenangkan. Keterpaksaan masuk kelas program bahasa benar benar menjadikan suasana yang sulit bagi mereka untuk menyesuaikan proses pemelajaran.
Dengan kondisi tersebut di atas tentunya suasana belajar di kelas bahasa menjadi  kurang kondusif, begitu pula dengan motivasi belajar siswanya yang rendah dibandingkan dengan siswa yang berada di program IPA maupun IPS.  Sekalipun materi–materi yang diajarkan tergolong sangat sederhana namun tidak membuat siswa dapat mudah menerima ataupun tertarik mempelajarinya. Di samping itu tatabahasa yang mereka pelajari juga masih sangat sederhana, mungkin bisa dikatakan mempelajari Bahasa Jerman  tingkat Taman Kanak-Kanak di negara Jerman. Padahal siswa lebih senang membahas materi–materi yang berhubungan dengan dunia remajanya.
Peneliti mencoba memberi variasi lain untuk menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap Bahasa Jerman. Salah satu strategi yang telah peneliti lakukan adalah belajar sambil bermain, yang dikemas dalam sebuah permainan peran atau yang dikenal dengan role play. Agar mereka merasa senang dengan pembelajaran Bahasa Jerman, tema role play didiskusikan bersama sesuai dengan keinginan mereka.
Dengan role play, siswa akan mempersiapkan terlebih dulu bentuk percakapannya, kalimat-kalimat yang hendak disampaikan. Dan saat memproduksi kalimat inilah banyak kendala yang mereka hadapi, antara lain:  pilihan kosakata, ujaran, pelafalan maupun ketatabahasanya. Masalah yang paling banyak dijumpai adalah proses menyusun kalimat sesuai dengan tatabahasa Jerman. Sehubungan banyak kemiripan antara Bahasa Jerman dan Bahasa Inggris, peneliti sesering mungkin mengkaitkan materi pelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan Bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan kalimat dan mempercepat pemahaman materi Bahasa Jerman sehingga tampilan mereka dalam bermain peran dapat optimal.
Banyak teknik untuk meningkatkan kemampuan berbicara, namun peneliti lebih cenderung memilih teknik role play karena memiliki daya tarik tersendiri bagi siswa. Mengapa demikian? Pertama siswa terlebih dulu menyusun sebuah narasi, mereka secara tidak sengaja belajar menyusun kalimat menurut tata bahasa Jerman yang benar. Andaikan kalimat yang mereka hasilkan tidak sesuai dengan tatabahasa yang benar dan kosakata yang tepat, maka akan mempersulit pemahaman bagi lawan bicaranya ataupun bagi yang mendengarkan.
Gillian Porter Ladousse (1987) memberi dukungan bahwa role-play menambah variasi, perubahan perilaku dan kesempatan memproduksi  kalimat serta   banyak kesenangan.(role play into the classroom adds variety, a change of pace and opportunities for a lot of language production and also a lot of fun!). Pendampingan guru dalam hal ini  mutlak diperlukan karena mereka masih baru mengenal tatabahasa Jerman dan minim kosakata. Kedua, setelah siswa selesai menyusun narasi, mereka belajar memperagakan isi narasi tersebut dalam unjuk kerja yang berupa bermain peran. Siswa secara tidak sengaja lagi belajar melafalkan kosakata dengan benar dan juga belajar akting sesuai dengan yang mereka perankan. Dengan semakin sering siswa diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas baik itu menjawab pertanyaan ataupun unjuk kerja lainnya, lama-kelamaan mereka akan berani menyampaikan gagasannya, dan nantinya  mereka akan mempunyai rasa percaya diri. Tidak sedikit orang yang takut berbicara baik secara formal maupun informal didepan forum.  

            Pendapat ini didukung oleh Maidar G. Arsjad yang juga menyatakan bahwa banyak ahli terampil menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, namun mereka  sering kurang terampil menyajikannya secara lisan. Apalagi berbicara secara formal tidaklah semudah yang dibayangkan orang. Walaupun secara alamiah setiap orang mampu berbicara, namun berbicara secara formal atau dalam situasi resmi sering menimbulkan kegugupan sehingga gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur. Bahkan yang lebih parah lagi ada orang yang tidak berani berbicara sama sekali. Anggapan bahwa setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara, telah menyebabkan pembinaan kemampuan berbicara ini sering diabaikan. (1987: 23)


B.  PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, permasa-lahan yang ada dapat di rumuskan sebagai berikut:
a.   Bagaimana penggunaan role play dapat meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jerman?
b.  Apakah penggunaan role play dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman ?


2.  Pemecahan Masalah
Rendahnya kemampuan berbicara Bahasa Jerman siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Sidoarjo disebabkan oleh perasaan takut berpendapat. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran kurang optimal. Jika siswa punya keberanian berbicara dan berpendapat serta disajikan pendekatan yang lebih variatif dan menarik akan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman. Teknik role play dipandang oleh peneliti tepat untuk mengatasi masalah tersebut, karena dengan teknik ini maka siswa secara tidak sengaja belajar melafalkan ujaran dengan benar dan menyusun kalimat dengan menggunakan kosakata yang tepat serta tatabahasa yang benar melalui peran yang mereka mainkan. Semakin sering siswa memproduksi kalimat maka semakin lancar mereka mengungkapkan gagasan atau idenya.

3.   Tujuan Penelitian
Setelah kegiatan pembelajaran kemampuan berbahasa Jerman dengan menggunakan Role Play  diharapkan :
a.     Untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jerman dengan menggunakan role play .
b.     Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan role play.

 4.   Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti bagi :
a.     Guru sebagai peneliti: berdampak bagi pengembangan profesionalisme guru terutama dalam penyusunan karya tulis ilmiah, dan meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman.
b.     Siswa: mudah menerima materi pelajaran khususnya meningkatkan kemampuan berbicara, dan merasa mendapat perhatian serta kesempatan untuk menyampaikan gagasan  sesuai dengan kemampuannya.
c.     Guru Lain: sebagai rujukan bagi teman sejawat untuk mengembangkan profesionalitasnya, terutama dalam pembuatan karya tulis ilmiah yang nantinya beroleh manfaat untuk kenaikan pangkat.
d.     Lembaga: adanya sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan menghasilkan anak didik yang berkualitas pula sehingga secara otomatis tujuan pendidikan akan tercapai secara optimal.

0 komentar:

Post a Comment