BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan /atau
latihan bagi pernannya di masa yang akan datang. Pendidikan mempunyai posisi
strategis dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia . Posisi yang
strategis tersebut dapat tercapai apabila pendidikan yang dilaksanakan
mempunyai kualitas.
Suatu pendidikan dikatakan berkualitas
proses apabila proses belajar mengajar (PBM) dapat berlangsung secara efektif
dan peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna. Pendidikan
disebut berkualitas produk apabila peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan
yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar sesuai dengan sasaran dan tujuan
pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada hasil belajar yang dinyatakan dalam
proses akademik .Guru mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting dalam
pengajaran, karena guru merupakan penentu kualitas pengajaran. Oleh karena itu
guru harus selalu meningatkan peranan dan kompetensinya dalam mengelola
komponen – komponen pengajaran. Guru
yang memiliki kompetensi tinggi akan mampu mendorong peserta didik meraih
prestasi yang optimal. Oleh karena itu pembelajaran harus berorientasi pada
peserta didik, karena peserta didik merupakan komponen pokok dan subjek didik.
Sedang guru berfungsi sebagai pendorong, pembimbing, pengarah, pembina
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik .
Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan
guru bahasa Indonesia, yakni orang-orang yang tugasnya setiap hari membina
pelajaran bahasa Indonesia. Dia adalah orang yang merasa bertanggung jawab akan
perkembangan bahasa Indonesia. Dia juga yang akan selalu dituding oleh
masyarakat bila hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah tidak memuaskan.
Berhasil atau tidaknya pengajaran bahasa Indonesia memang diantaranya
ditentukan oleh faktor guru, disamping faktor-faktor lainya, seperti faktor
murid, metode pembelajaran, kurikulum (termasuk silabus), bahan pengajaran dan
buku, serta yang tidak kalah pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan
disertai pengelolaan yang memadai.
Sekarang ini pengajaran bahasa Indonesia
di sekolah-sekolah, dari Taman Kanak-kanak sampai SLTA, bahkan sampai perguruan
tinggi. Menurut Mulyono Sumardi, ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia menyatakan
bahwa, “Dalam dunia Pendidikan, keterampilan berbahasa Indonesia perlu
mendapatkan tekanan yang lebih banyak lagi, mengingat kemampuan berbahasa
Indonesia di kalangan pelajar ini juga disebabkan oleh kualitas guru, dari
pihak lain munculnya anggapan bahwa setiap orang Indonesia pasti bisa berbahasa
Indonesia.
Sebenarnya hal paling mendasar yang
menyebabkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa, rendah terletak pada
keterampilan baca dan tulis yang dirasa masih kurang cukup. Padahal ketrampilan
memahami bacaan merupakan modal utama
bagi siswa dalam mengikuti pelajaran. Dengan bekal kemampuan memahami isi bacaan siswa dapat memahami semua jenis ilmu dan dapat
mengkomunikasikan gagasannya; dan dapat mengekspresikan dirinya. Kegagalan
dalam penguasaan keterampilan ini akan mengakibatkan masalah yang fatal, baik
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk
menjalani kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-olah
sudah menajadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai SLTA kurang memuaskan. Untuk itu
harus ada langkah konkrit untuk mengatasi persoalan tersebut. Di awali dari
lembaga sekolah dasar, pembenahan metode pembelajaran bahasa Indonesia perlu
dikaji ulang. Pelajaran membaca yang mula-mula hanya sekedar membunyikan
huruf-huruf semata hendaknya mulai mengarah kepada memberi makna pada tulisan.
Artinya dengan membaca anak juga berpikir tentang isi bacaan.
Oleh karena itu pengajaran membaca harus selalu
bertolak dari konteks dan penggunaan bahasa yang dapat diterima siswa, dan
bukan dengan memberikan kata-kata tanpa konteks dan pengertian.
Penggunaan berbagai
metode mengajar merupakan salah satu syarat keberhasilan proses belajar. Khususnya
di SMA Harapan Persada
prestasi belajar yang diraih peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia cenderung lebih rendah
dari prestasi mata pelajaran lainnya. Menurut pengamatan siswa sangat sulit memahami isi dari bacaan sehingga
siswa susah mengerti dari maksud yang disampaikan dalam suatu karangan. Hal ini
terlihat dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari siswa-siswa masih kurang
memahami dalam menentukan tema dari suatu karangan.
Disamping itu keterlibatan siswa dalam pembelajaran pun sangat kurang. Oleh
karena itu penulis mencoba melakukan perbaikan pembelajaran tentang “Upaya
Meningkatan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Pada Materi Berbicara Dengan
Menerapakan Metode Pemberian Tugas Dan Resitasi Pada
Siswa Kelas X-1 SMA” Di samping untuk memperbaiki
pembelajaran, pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini juga ditujukan untuk
memenuhi salah satu syarat kenaikan
pangkat/ golongan melalui angka kredit.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah melalui penerapan metode pemberian tugas dan resitasi dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia tentang materi berbicara?
2.
Apakah melalui penerapan metode pemberian tugas dan resitasi
dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun meningkat?
C.
Tujuan
Penelitian
a. Tujuan Umum
Penelitian
Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia melalui penerapan metode pemberian tugas dan resitasi
pada siswa kelas X-1 semester ganjil
di SMA Harapan Persada.
b. Tujuan Khusus
Disamping tujuan
umum di atas secara khusus Penelitian Tindakan
Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada materi berbicara melalui penerapan metode pemberian tugas dan resitasi
pada siswa kelas X-1 semester ganjil
di SMA Harapan Persada.
D.
Manfaat
Penelitian
a. Bagi
Siswa
Penelitian Tindakan Kelas ini
bermanfaat bagi siswa guna untuk dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas
sehingga hasil belajarnya pun
meningkat.
b. Bagi
Guru
Penelitian Tindakan Kelas ini
bermanfaat bagi guru untuk dijadikan acuan, sehingga pembelajaran yang
dilakukan mengacu kepada hasil penelitian ini, dan juga dapat dijadikan referensi
untuk penelitian selanjutnya sehingga proses pembelajaran tidak menoton dan
membosankan siswa.
c.
Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini bermanfaat
bagi sekoah sebagai masukan atau input sehingga pihak satuan pendidikan dapat
mengharapkan kebijakan dalam rangka peningkatan dan penjaminan mutu disekolah.
d. Bagi
Penulis
Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini sebagai
salah satu pengembangan profesi penulis yang ditujukan untuk penetapan angka kredit
dan untuk kenaikan pangkat ke jenjang yang lebih tinggi.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian
Teoritis
1. Pengertian
Belajar
Belajar
merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah
manusia bertahan hidup (survived).
Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu
menjadi sudah mampu, tejadi dalam jangka waktu waktu tertentu.
Perubahan
yang itu harus secara relative bersifat menetap (permanent) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini
nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku yang
mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa
perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi
karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang
disebabkan oleh kemasakan (kematangan). Hasibuan,
(1988).
Menurut Djamarah et.al
(2002 : 11), belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap
organism atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi
pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan
hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi,
hakikat belajar adalah perubahan.
Menurut
Muhibbin Syah pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) adalah
sebagai berikut.
Proses
memperoleh arti-arti dan pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di
sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya
pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini
dan nanti dihadapi siswa (Muhibbin Syah, 1997 : 92).
Menurut
pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses aktif yang disengaja sehingga
menyebabkan perubahan tingkah laku menuju ke arah yang lebih sempurna. Kegiatan
dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar.
Sedang perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar, dengan
demikian belajar akan menyangkut proses belajar dan hasil belajar.
2. Metode
Tugas dan Resitasi
Metode
tugas dan resitasi adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara guru
memberi tugas tertentu kepada siswa dalam waktu yang telah ditentukan dan siswa
mempertanggungjawabkan tugas yang dibebankan kepadanya (Moh. Uzer Usman, 1993 :
125).
Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002) menyatakan bahwa metode tugas dan resitasi
adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar.
Tugas
dan rersitasi merangsang siswa untuk aktif belajar baik secara individu maupun
kelompok. Adapun langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan tugas dan
resitasi adalah sebagai berikut.
a) Fase pemberian tugas
Tugas
yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan hal- hal sebagai
berikut.
1) Tujuan yang akan dicapai
Tujuan
yang akan dicapai dalam pemberian tugas dan resitasi pada bidang studi sejarah yaitu untuk memacu siswa agar
selalu siap belajar tetapi jangan sampai terjadi kebiasaan siswa baru akan
melakukan belajar jika metode ini akan diterapkan dalam pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
2) Jenis tugas yang jelas dan tepat
Jenis
tugas yang diberikan khususnya pada bidang studi sejarah harus jelas dan tepat,
sehingga siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas tersebut setelah guru memberikan
materi pelajaran.
3) Tugas yang diberikan harus sesuai dengan
kemampuan siswa.
4)
Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa seperti buku paket
dari guru atau lembar kerja siswa (LKS).
5)
Diharapkan siswa menyediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas khususnya
sejarah.
b) Fase pelaksanaan tugas.
Langkah ini meliputi hal-hal sebagai berikut.
1)
Diberi bimbingan berupa penjelasan materi pada pokok bahasan tertentu dalam
bidang studi matematika atau diberi pengawasan dalam pelaksanaan tugas oleh
guru.
2)
Sebelum melaksanakan tugas seharusnya siswa diberikan dorongan sehingga siswa
mau bekerja.
3) Diusahakan dikerjakan oleh siswa sendiri tidak
menyuruh orang lain
4)
Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang telah dikerjakan dengan baik
dan sistematik.
c) Fase mempertanggungjawabkan tugas
Hal-hal yang harus dikerjakan dalam fase ini adalah:
1)
Laporan siswa baik lisan maupun tulisan dari apa yang telah dikerjakan pada
soal-soal sejarah yang diberikan oleh guru.
2)
Ada tanya jawab atau diskusi kelas tentang soal-soal yang diberikan sehingga
guru mengetahui apakah siswa mengerjakan tugas tersebut sendiri atau menyuruh
orang lain.
3)
Penilaian hasil pekerjaan siswa dengan tes maupun non tes atau cara lainnya. (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2002
: 98)
Agar metode ini dapat berhasil mencapai tujuan
pengajaran sebaik-baiknya, maka ada beberapa faktor yang harus diingat, yaitu:
a.
Materi pelajaran yang akan dilatihkan dengan metode ini harus bermakna.
b.
Metode ini jangan sampai menimbulkan verbalisme (menyebutkan sesuatu yang benar
tetapi tidak tahu artinya atau “membeo”).
c.
Latihan atau tugas diberikan secara sistematis dan teratur.
d.
Buatlah suasana kelas gembira atau santai.
e.
Buatlah pertanyaan yang tidak saja menggali fakta (jawaban yang reproduktif)
tetapi juga yang meminta penalaran atau logika dan pemikiran
Metode tugas dan resitasi mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
Kelebihan metode tugas dan resitasi, yaitu:
1)
Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun
kelompok.
2)
Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru.
3)
Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
4)
Siswa bersungguh-sungguh mempelajari materi pelajaran karena mereka akan
ditanyai tentang materi tersebut.
5)
Dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru akan memperkuat asosiasi.
6)
Dapat mengembangkan kreatifitas siswa.
7)
Memperkuat kepercayaan diri akan kemampuan bila siswa mampu menjawab pertanyaan
dari guru.
8)
Memupuk kesiapan pengetahuan yang dimiliki siswa.
Kekurangan tugas dan resitasi, yaitu:
1)
Pekerjaan siswa sulit dikontrol (apakah benar ia yang mengerjakan tugas atau
orang lain).
2)
Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan
menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak
berpartisipasi.
3)
Tidak mudah memberikan tugas dengan perbedaan individu siswa.
4)
Sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan siswa.
5)
Siswa hanya akan belajar jika ada perintah dari guru.
6)
Ada suasana takut dari siswa bila akan menghadapi metode ini, khususnya bagi
siswa yang tidak siap.
Langkah-langkah untuk mengatasi kelemahan pada
metode tugas dan resitasi, yaitu:
1).
Jika tugas dikerjakan dirumah, guru perlu memberitahukan kepada orang tua bahwa
anaknya mempunyai tugas yang harus dikerjakan di rumah dengan cara menyertakan tanda
tangan orang tua diatas jawaban tugas siswa tersebut.
2).
Jika tugas dikerjakan di lingkungan sekolah (misal: perpustakaan, laboratorium)
guru perlu mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas tersebut, sehingga tugas
dikerjakan dengan baik, dikerjakan oleh siswa sendiri.
3).
Dalam memberikan tugas harus sesuai dengan tugas yang dikerjakan oleh
perorangan (tugas individual) dengan tugas kelompok.
Kegiatan interaktif dan edukatif merupakan suatu
kegiatan yang didalamnya terjadi komunikasi dua arah antara guru dan siswa yang
diikat oleh suatu tujuan. Dengan banyaknya kegiatan edukatif disekolah dalam
usaha meningkatkan mutu dan frekuensi pelajaran, maka banyak menyita waktu
siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut. Untuk mengatasi
hal itu, guru memberikan tugas-tugas diluar jam pelajaran.
Tugas merupakan sesuatu yang harus wajib dikerjakan
atau yang ditentukan untuk dilakukan (Tim penyusun KBBI, 1988 : 964).
Kokurikuler merupakan kegiatan diluar jam pelajaran yang bertujuan agar siswa
lebih mendalam atau lebih menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler. Dalam penelitian ini, tugas dan resitasi termasuk tugas
kokurikuler. Jadi tugas kokurikuler merupakan merupakan sesuatu yang wajib
dikerjakan diluar jam pelajaran yang bertujuan agar siswa lebih memperdalam
atau lebih menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler.
Tugas kokurikuler diberikan secara teratur dan
hasilnya ikut menentukan nilai pada setiap mata pelajaran. Tugas kokurikuler
dapat meliputi:
1)
Melakukan penelitian
2)
Mempelajari dan merangkum buku
3)
Membuat karangan
4)
Mengerjakan tugas-tugas rumah.
Jenis tugas kokurikuler dapat dikembangkan sesuai
dengan kemampuan guru, kebutuhan siswa serta sarana dan prasarana yang ada.
Tugas kokurikuler yang diberikan memerlukan perencanaan mulai dari persiapan
sampai penilaian.
3. Tujuan dan Prinsip-prinsip
Pemberian Tugas
Agar
pemberian tugas memberikan efek yang baik, maka guru dalam memberikan tugas
perlu memperhatikan, mengarahkan dan membimbing siswa sehingga maksud dan
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Adapun
maksud dan tujuan pemberian tugas antara lain:
1.
Untuk memelihara dan memantapkan tingkah laku yang telah dipelajari.
2.
Untuk melatih keterampilan, konsep, dan prinsip yang baru saja dikembangkan
untuk memperoleh pengertian yang lebih dalam tentang konsep itu.
3.
Untuk mengingatkan kembali dan memelihara topik-topik yang telah dipelajari
sebelumnya.
Menurut
Hartono Kasmadi (1991 : 138) pemberian tugas mempunyai maksud dan tujuan
sebagai berikut.
1.
Latihan dan keterampilan, serta untuk menambah kecepatan belajar dan keakuratan
belajar.
2.
Membaca, meresapkan, dan meringkas apa yang dipelajari.
3.
Mendorong siswa untuk bertanggung jawab terhadap pelajaran.
4.
Mengembangkan belajar mandiri.
Untuk
mencapai maksud dan tujuan pemberian tugas, perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
1.
Menunjang langsung kegiatan intrakurikuler dan kepentingan belajar siswa.
2.
Tidak merupakan beban yang berlebihan bagi siswa.
3.
Tidak menimbulkan tambahan beban pembiayaan yang berat bagi orang tua atau
siswa.
4.
Memerlukan administrasi, monitoring, dan penilaian.
Pemberian
tugas hendaknya disertai pengadministrasian yang dapat digunakan untuk
mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa, mencari dan menemukan
sebab-sebabnya, menghimpun bahan dan menetapkan cara-cara memperbaikinya.
Sedangkan pengadministrasian oleh siswa adalah pengadministrasian yang
memungkinkan siswa mengerti perkembangan prestasinya, sehingga termotivasi
untuk meningkatkan atau mempertahankannya.
4. Hasil Belajar Bahasa Indonesia
a. Pengertian Hasil Belajar
Di
dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil
dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pebelajar
dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995:
787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan
atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi
apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang
telah dicapai oleh si pebelajar.
Istilah
hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar.
Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan
hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap
sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya
kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara
prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka
waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan
prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok
bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Nawawi (1981: 100) mengemukakan
pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari
hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang
hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja
seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa
“hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat
diukur”.
Menurut
Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a. Hasil
belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan
atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan
alat.
b. Hasil
belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan.
c. Hasil
belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
b. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak awal dikembangkannya ilmu
pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai
hasil belajar yang efektif. Para pakar dibidang pendidikan dan psikologi
mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para
pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk
meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh.
Secara implisit, ada dua faktor yang
mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor
Internal
Foktor internal meliputi faktor
fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor
fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan
jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya
kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus
cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan
jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.
Faktor psikologis, yaitu yang mendorong
atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
-
Adanya keinginan untuk tahu
-
Agar mendapatkan simpati dari orang
lain.
-
Untuk memperbaiki kegagalan
-
Untuk mendapatkan rasa aman.
b. Faktor
Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor
dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain
berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
1. Faktor
yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua ini
utamanya adalah sebagi cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dlam hal ini
dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis,
pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe
mendidik yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula
kekurangannya.
Menurut hemat peneliti, tipe mendidik
sesuai dengan kepemimpinan Pancasila lebih baik dibandingkan tipe-tipe diatas.
Karena orang tua dalam mencampuri belajar anak, tidak akan masuk terlalu dalam.
Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat
manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya
mangun karsa, dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini
berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada anak untuk
dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik
langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan
melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar.
Dalam kaitan dengan hal ini, Tim
Penyusun Buku Sekolah Pendidikan Guru Jawa Timur (1989: 8) menyebutkan, “Di
dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya berubah menjadi situasi
pendidikan, yaitu bila orang tua memperhatikan anak, misalnya anak ditegur dan
diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian, dan kepedulian orang tua
akan memberikan semangat untuk belajar bagi anak.
2. Faktor
yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari sekolah, dapat
berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan.
Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang
menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran,
karena kebanyakan anak memusatkan perhatianya kepada yang diminati saja,
sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi
tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.
3. Faktor
yang berasal dari masyarakat
Anak
tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat
pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit
dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga
ikut mempengaruhi.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan
permasalahan yang ada dan beberapa teori yang disampaikan diatas mendasari
kerangka berpikir peneliti sebagai berikut :
KONDISI
AWAL
|
PBM belum meggunakan pembelajaran pemberian tugas dan resitasi
|
Banyak siswa belum tuntas belajar
|
TINDAKAN
|
|
SIKLUS
I
pembelajaran pemberian tugas dan resitasi
|
PBM meggunakan pembelajaran pemberian tugas dan resitasi
|
SIKLUS
II
pembelajaran pemberian tugas dan resitasi yang lebih bervariasi
|
Diharapkan dengan
menggunakan pembelajaran pemberian tugas dan resitasi dapat meningkatkan hasil
belajar siswa
|
C. Hipotesis Tindakan
Adapun yang menjadi hipotesis pada Penelitian Tindakan Kelas ini
adalah ; ”Penerapan pembelajaran metode pemberian tugas dan resitasi dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia materi berbicara pada siswa kelas X-1 , semester 1 Tahun Pelajaran 2010/2011 SMA
Harapan Persada”.
0 komentar:
Post a Comment