SMP NEGERI 2 SUSUT

Pura Kehen Bangli

Written By Bangli Era Baru on Saturday, January 16, 2021 | 10:51 AM


Pura Kehen terletak di Banjar Pakuwon, Desa Cempaga, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali, jaraknya sekitar 45 km dari Kota Denpasar. Pura ini terletak pada kaki bagian selatan Bukit Bangli, dan dengan agungnya berdiri di pinggir sebelah utara jalan besar menghadap ke selatan dan di belakang di sebelah utara Pura terbentang keindahan panorama Bukit Bangli. Secara geografis Pura Kehen berada pada koordinat 80  26’ 31.36” LS 1150 21’ 36.49” BT, dan pada ketinggian 483 meter di atas permukaan air laut.



Kehen sendiri diperkirakan berasal dari kata keren (tempat api), bila dihubungkan dengan prasasti pertama yang berbahasa Sansekerta, namun tidak berangaka tahun dimana didalamnya menyebutkan kata- kata Hyang Api, Hyang Karimana, Hyang Tanda serta nama- nama biksu. Pura Kehen sudah ada pada akhir abad IX atau permulaan abad X Masehi. Dari data prasasti itu kiranya dapat diambil suatu petunjuk bahwa Hyang Api dalam prasasti I berubah nama menjadi Hyang Kehen. Dalam prasasti III dimana Kehen= keren= anglo =tempat api. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada abad IX pura tersebut didirikan dan kemudian pada abad XIII masih tetap mendapat perhatian raja. 

Berdasarkan tiga buah prasasti tembaga yang terdapat dan tersimpan yang menyangkut keberadaan Pura tesrsebut, terutama prasasti ketiga mengenai petunjuk-petunjuk kepada para penduduk sekitar pada waktu ada upacara-upacara besar di Pura Kehen, bertarikh Saka 1126 (1204 Masehi). Prasasti ini memuat nama raja Sri Dhanadhiraja beserta permaisurinya Bhatara Sri Dhanadewi. Raja Sri Dhanadhiraja adalah putra raja Bhatara Parameswara dan ibu raja Bhatara Parameswara adalah Bhatara Guru Sri Adhikunti.Menurut A.J Bernert Kempers dalam bukunya “Bali Purbakala” (terjemahan Drs.R.Soekarmono) yang mengatakan bahwa di Bali ada Pura yang sangat tersohor bernama Pura Kehen dan nama itu diambilkan dari nama Pura kecil yang berda didepannya. Mungkin nama Hyang Api dalam prasati pertama berybah menjadi Hyang Kehen dalam prasasti ketiga (kehen =keren=tempat api). Untuk menelusuri lebih jauh kapan kira-kira Pura Kehen didirikan, kita dapat menghubungkannya dengan dua buah prasasti lainnya lagi yang lebih tua. Dr.R.Goris dalam bukunya “Prasasti Bali I dan II” menyebutkan bahwa prasasti pertama yang terdiri dari 18 baris dan berhasa Bali Kuno ada menyebutkan nama “Hyang Karinama”… Hyang Api di desa Simpat Bunut (“Wangunan pertapaan di Hyang Karinama jnganangan Hyang Api… di Wanua di Simpat Bunut – Hyang Tanda”). Prasasti ini juga menyebutkan nama-nama bhiksu. Prasati pertama ini tidak berangka tahun, tetapi Dr.R.Goris menggolongkan ke dalam tahun Saka yang berkisar antara 804 – 836 (antara tahun 882 – 914 Masehi.

Prasasti kedua yang hanya tinggal lembaran penghabisan saja terdiri dari 10 baris dan berbahasa Jawa Kuno ada menyebutkan nama Senapati Kuturan, Saphata dan namanama pegawai raja. Prasasti kedua ini juga tanpa angka tahun, namun Dr.R.Goris menggolongkannya ke dalam tahun Saka antara 938 – 971(antara tahun 1016 – 1049 Masehi). Jika dikaji secara etimologis dalam perkembangan selanjutnya nama Hyang Api yang termuat dalam prasati pertama menjadi Hyang Kehen dalam prasasti ketiga dan selanjutnya menjadi Pura Kehen sekarang Ini, maka ini berarti bahwa Pura Kehen telah ada pada tahun Saka antara 804 – 836 (antara tahun 882 – 914 Masehi). Jadi Pura Kehen sudah ada pada akhir Abad IX atau permulaan Abad X Masehi. Ketiga prasasti tembaga tadi telah dibaca oleh Dr.P.V.Van Stain Callenfels dan teks lengkapnya dimuat dalam buku “Epigraphina” tahun 1926. Isinya: 1. Prasasti I : diperkirakan dari Abad IX menyebutkan Hyang Api, Hyang Karinama, Hyang Tanda, serta nama-nama bhiksu. Bahasanya bahasa sanskerta. 2. Prasasti II : memaki bahasa Jawa Kuno, menyebutkan “Sang Senapati Kuturan” 3. Parasati III : Bhasa Jawa Kuno , angka tahun Saka 1126, Masehi 1204 menyebutkan nama Hyang Kehen yang memerintah pada tahun tersebut adalah Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana. Keberadaan Pura Kehen yang memiliki keterikatan dengan sejarah Desa Bangli termuat dalam prasasti No.705 Prasasti Pura Kehen C. Ketika itu tahunSaka 1126 Wesaka masa tithi daca mi sukla paksa,ma, kaca, waraning Krulut atau tanggal 10 mei 1204 Masehi, Raja Ida Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana mengeluarkan Bhsama, memerintahkan semua penduduk wilayah desa Bangli untuk kembali ke desanya.


2. Struktur Pura Kehen 

Struktur Pura Kehen terdiri dari tiga halaman. Halaman pertama disebut Nista Mandala atau sering disebut Jaba Sisi (halaman luar). Mandala ini merupakan lambang alam bawah (bhur loka) dan bagian yang paling tidak cuci (profan) (Suyasa, 1996:10). Di dalam areal nista mandala terdapat beberapa bangunan pelinggih (bangunan suci) yakni sebagai berikut. Terdapat Bale Gong, Pelinggih batu keramat, Bale Agung, Bale Kulkul,Pelinggih batara sakti sading bingin, Pelinggih batara sakti kebo suih, Pelinggih Batara Sakti Ratu Mas Ayu Panganten, Pelinggih batara sakti manik aseman Mandala kedua disebut madya mandala atau sering disebut jaba tengah. Bagian ini memisahkan antara nista mandala dengan utama mandala (Suyasa, 1996:11). Di dalam areal madya mandala terdapat beberapa bangunan pelinggih (bangunan suci) yakni sebagai berikut. Bale Pasangkepan, Bale Wayang, Bale Semar Pegulingan, Pelinggih Batara Sakti Ratu Mas Subandar Areal Perantenan, bangunan ini berada di sebelah barat daya madya mandala di areal perantenan. Perantenan berfungsi sebagai tempat untuk mempersiapkan sesaji upacara dan mempersiapkan makanan bagi penangkil maupun pengayah yang ngaturang ayah ke Pura Kehen. Bale pewaregan, Bale Pewaregan sendiri berfungsi sebagai tempat bagi pengayah, pemedek, ataupun penangkil mengambil makanan dan minuman yang disediakan oleh panitia pura karena kebanyakan dari mereka tempat tinggalnya jauh dari lokasi pura. Mandala ketiga disebut utama mandala atau sering disebut jeroan. Bagian ini merupakan paling suci (sakral). Bangunan pelinggih (bangunan suci) yang terdapat di areal utama mandala yakni. Bale Penglipuran (pelinggih batara sakti dahaning gunung ), Pelinggih Batara Sakti Pasek Majambul, PelinggihBatara Sakti Gede Penyarikan , Pelinggih Batara Sakti Taman Sari. Pelinggih Sangran, Pelinggih batara sakti gede sema, Pelinggih batara sakti gunung kaloka, Pelinggih batara sakti gunung tengah , Pelinggih Batara Sakti Gunung Sari, Pelinggih Ratu Ngerurah , Pelinggih Batara Sakti Swaring Jagat/ Corong Agung, Pelinggih batara sakti hyang wukir, Pelinggih Batara Sakti Hyang Kehen, Pelinggih Batara Sakti Hyang Karimana dan Pelinggih Batara Sakti Dalem Bujangga , Pelinggih dasar, Bale Peselang, Bale Panggungan, Pelinggih Batara Sakti Bukit Jati, Pelinggih Batara Sakti Ngurah Sakti, Pelinggih Batara Sakti Gunung Agung, Pelinggih Batara Sakti Maspait,Pelinggih Batara Sakti Manik Tirta, Pelinggih Batara Sakti Gede Pande, Bale pasamuan parepen, Bale Pasamuan, Bale Pawedaan, Bale Pidpid, Bale Pesandekan Pura Penyineban berada di sebelah selatan Pura Kehen. Pura Penyineban berfungsi untuk menyimapan prasasti- prasasti.

Upacara di Pura Kehen. 

1. Upacara yang secara rutin dilaksanakan di Pura Kehen setiap enam bulan (berdasarkan kelender Bali) adalah Piodalan yang jatuh pada setiap Buda Kliwon Wuku Sinta yang bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Upacara ini biasanya berlangsung selama lima hari yang mana setiap hari selama upacara,semua Banjar dari desa Cempaga, Kawan, Bebelang, Demulih, Penatahan, Tanggahan, Pukuh, Kubu, dan Penglipuran menghaturkan bakti bergiliran dengan acara Mepeed. 2. Upacara tingkatan utama diselenggarakan tiga tahun sekali, pada sasih kelima dengan sebutan Karya Agung Bhatara Turun Kabeh. Upacara ini juga disebut Ngusaba Dewa. Pelasanaan upcara ini diperkirakan pada bulan Oktober 2015 pada Purnama Kalima yang biasanya berlangsung 9 sampai 11 hari. Yang paling utama pada upacara ini adalah pada Prosesi upacara Melasti dimana seleruh Pratima,Tapakan dan Benda sakral se wilayah bebanuan yang terdiri dari sekitar 19 banjar adat ikut bersama melaksanakan upacara Melasti ( biasanya ke Pantai Watuklotok, Tirta Sudamala, atau Tamansari) dengan ribuan orang dan puluhan kelompok mengusung Gambelan dengan tetabuhan Baleganjur akan mengiringi prosesi upacara ini dengan berjalan kaki. Prosesi upacara ini sebagai potret kebersamaan krama Bangli khususnya dari krama Bebanuan Pura Kehen yang disebut Gebog Domas. Selama Upacara berlangsung secara bergilir desa-desa pemujanyaakan menghaturkan Tarian sakral berupa Baris Dadap, Baris Perasi, Baris Gowak serta tarian Rejang dan Pendet.


Reference

1. Image : https://www.google.com/maps/ dan @ 2020 Google Earth Pro

2. Pura Kehen @ https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ dan https://dpdhpibali.org/

3. Ni Luh Sri Karmi Asri. Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali (Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah). Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. https://ejournal.undiksha.ac.id/

0 komentar:

Post a Comment